Faisol, dalam video itu, juga membacakan isi surat kesepakatan pemutusan hubungan kerja antara pihak Koperasi Segar Segoro dengan Pemkab Bangkalan.
“Setelah dievaluasi Tim Pemkab, keberadaan kios-kios di TRK tidak dapat menyumbang PAD secara maksimal. Koperasi Segar Segoro memutus hubungan kerjasama dengan Disbudpar. Oleh karena itu, mulai tanggal 3 Februari 2025 hubungan kerjasama dengan Disbudpar kami nyatakan (menyatakan, red.) berakhir,” terang Faisol.
Namun, para ulama meminta kios-kios yang berada di belakang stadion untuk segera dikosongkan saat penertiban PKL. “Kami minta hari ini juga kios-kios di sini dikosongkan,” pintanya.
Pernyataan itu memicu respon publik. Salah satunya Ahmad Mudabbir, praktisi hukum Surabaya. Dia menilai pernyataan tersebut perlu dipertanyakan kembali. Khususnya, terkait dengan sistem kerjasama pengelolaan TRK antara Pemkab Bangkalan dengan Koperasi Segar Segoro.
“Pernyataan Faisol dalam video tersebut perlu diperjelas, terkait sistem kerjasama pengelolaan TRK antara Pemkab dengan pihak koperasi. Selain itu, ke mana aliran dananya. Apakah masuk ke PAD daerah atau tidak?” Tanya Mudabbir.
Selain itu, Mudabbir meminta kepada OPD Inspektorat dan APH Bangkalan untuk melakukan audit aliran dana dari penyewa kios-kios di area stadion dan TRK Bangkalan.
“Dalam hal ini kami meminta kepada inspektorat maupun APH untuk mengaudit aliran dana pengelolaan kios area stadion dan TRK. Kami menduga ada indikasi korupsi dalam pengelolaan aliran dana tersebut ke kantong pribadi,” pungkasnya.