Tafsir Bebas Penundaan Pilkades: Saat Plt Kepala DPMD Sampang Bermain Kata tapi tak Jelas

Wahyudi, atau Yudik, adalah dosen linguistik UNIBA Madura, Jawa Timur. Ia merupakan lulusan magister (S2) Linguistik UNS, Solo, Jawa Tengah
Wahyudi, atau Yudik, adalah dosen linguistik UNIBA Madura, Jawa Timur. Ia merupakan lulusan Magister (S2) Linguistik UNS, Solo, Jawa Tengah (Dok. Madurapers, 2025).

Sampang – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sampang kembali akan menunda pemilihan kepala desa (Pilkades) dengan alasan menunggu regulasi baru. Langkah ini terus berlangsung sejak 2021 dan diproyeksikan berlanjut hingga 2025, Rabu (28/05/2025).

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Sampang mengaku, mereka masih menunggu Peraturan Pemerintah (PP) sebagai turunan dari UU Nomor 3 Tahun 2024. Ia berdalih bahwa penundaan ini berdasarkan konsultasi dengan Kemendagri dan Surat Edaran dari Mendagri serta Gubernur Jawa Timur.

Namun, Wahyudi, dosen linguistik dari Universitas Bahaudin Mudhary Madura (UNIBA Madura), menilai alasan tersebut tidak berdasar. Ia menyebut bahwa dalih “menunggu PP” adalah bentuk pengabaian terhadap aturan yang sudah jelas.

Menurut Wahyudi, UU Nomor 6 Tahun 2014, PP Nomor 43 Tahun 2014, serta Permendagri Nomor 72 Tahun 2020 sudah cukup sebagai landasan pelaksanaan Pilkades. Ia menilai penundaan yang berlarut hanya akan merugikan desa.

“Pemkab Sampang, melalui Plt Kepala DPMD Sampang, seolah menafsirkan kata ‘menunggu’ secara bebas demi memperpanjang kekuasaan,” ujar Yudik, panggilan akrab Wahyudi, Selasa (27/05/2025). Ia menambahkan bahwa ini bukan sekadar administratif, melainkan permainan bahasa dalam politik lokal.

Yudik menyebut penggunaan istilah “konsultasi” dan “menunggu PP” mengandung eufemisme birokratik. Menurutnya, Pemkab Sampang berusaha menciptakan kesan bahwa semuanya berjalan sesuai aturan.

“Bahasa yang digunakan memberi kesan formal, padahal sesungguhnya Pemkab Sampang sedang menunda demokrasi tingkat desa,” tegasnya. Ia mengatakan, penundaan Pilkades seperti ini berbahaya bagi sistem pemerintahan desa.

Eksplorasi konten lain dari Madurapers

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca