“Rapat kabinet sering kali menyerupai seminar nasional daripada forum pengambilan keputusan yang efisien. Pemerintah membutuhkan waktu sekitar dua tahun untuk menyelaraskan kebijakan akibat perubahan nomenklatur kementerian dan lembaga,” jelas Dr. Ariyo.
Ia juga membandingkan tren global yang justru merampingkan kabinet untuk meningkatkan efisiensi. Argentina memangkas jumlah kementerian dari 21 menjadi 11, sedangkan Vietnam berencana mengurangi jumlah kementerian dari 30 menjadi 21.
Sementara itu, sektor industri manufaktur Indonesia sempat mengalami peningkatan Purchasing Manager Index (PMI) pascapandemi COVID-19. Namun, pada 2025, tren PMI kembali menurun, menandakan perlambatan dalam sektor industri nasional.
Muhammad Iksan, Ph.D., Dosen Universitas Paramadina, menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen merupakan prasyarat penting bagi kesejahteraan rakyat. Namun, terdapat tiga tantangan utama yang harus diatasi, yaitu deindustrialisasi dini, rendahnya kompleksitas industri, serta ketimpangan pembangunan antarwilayah.
“Indonesia mengalami deindustrialisasi dini, berbeda dengan negara-negara seperti Brasil yang justru mengalami peningkatan kompleksitas industri sejak tahun 1990-an. Indonesia harus kembali ke jalur industrialisasi, melakukan inovasi, dan menuntaskan agenda pembangunan yang inklusif,” ungkap Muhammad Iksan.
Sebagai solusi, diskusi ini merekomendasikan beberapa langkah strategis, seperti revitalisasi industri manufaktur, peningkatan daya saing industri nasional, optimalisasi koordinasi pemerintahan, serta mendorong inovasi dan investasi industri berorientasi ekspor.