Berdasarkan penjelasan Imam al-Razi dapat disimpulkan, bahwa apabila seseorang tidak sengaja menelan sisa makanan yang ada di dalam mulut, maka hukumnya tidak membatalkan puasa. Sebab hal tersebut masuk ke dalam frasa “menjaga diri” tadi.
Kesengajaan kerap terjadi di luar kesadaran manusia. Berbeda halnya dengan orang yang berpuasa tetapi menyengaja untuk menelan sisa makanan yang ada di mulut. Ataupun dalam konteks contoh yang disebutkan di atas adalah seperti menyengaja menelan lalat yang terbang.
Sudah dipastikan apabila dilakukan dengan sengaja telah membatalkan puasa yang tengah dilakukan. Oleh karenanya dapat diperhatikan perbuatan tersebut dilakukan secara sengaja dalam hal ini sadar ataupun tidak sengaja ataupun lupa. Keduanya memiliki hukum yang berbeda.
Sementara itu, pendapat serupa datang dari Syekh Zainuddin Abdul Aziz Al-Malibari penjelasannya termaktub dalam dalam kitab Fathul Mu’in.
“Jika ada makanan tersisa di sela gigi orang berpuasa, lalu liurnya secara alami bukan karena kesengajaan membawa sisa makanan tersebut masuk ke dalam rongga perut, maka puasanya tidak batal karena dua pertimbangan.
Pertama, puasanya tetap sah sebatas ia tidak mampu membedakan mana sisa makanan itu untuk lalu membuangnya. Kedua, puasanya tetap sah sejauh ia tidak membersihkan sisa makanan di sela giginya sementara ia sadar ada sisa makanan dan akan terbawa aliran liurnya di waktu siang berpuasa.
Pasalnya, saat berpuasa seseorang memang dituntut untuk membedakan sisa makanan dan mengeluarkannya dari mulut. Karenanya sangat dianjurkan untuk membersihkan sela-sela gigi setelah sahur. Sedangkan mereka yang mampu menemukan sisa makanan lalu menelannya secara sengaja, jelas puasanya batal.”