Positivisme logis, yang juga dikenal sebagai positivisme ilmiah, menekankan pentingnya hanya menerima pengetahuan yang dapat diverifikasi secara empiris. Mereka tidak peduli dengan hal-hal yang tidak bisa dibuktikan dengan fakta atau pengalaman.
Di sisi lain, empirisme logis, yang berasal dari Austria pada waktu yang sama dengan Vienna Circle, juga menekankan pentingnya bukti empiris. Namun, empirisme logis lebih fleksibel dalam hal ini, kadang-kadang mengakui bahwa ada hal-hal yang tidak bisa diuji secara langsung tetapi masih memiliki nilai ilmiah.
Meskipun verifikasionisme memiliki beberapa kelebihan, ada juga beberapa masalah dengannya. Seorang filsuf bernama Karl Popper mempertanyakan gagasan pandangan filsafat ini. Dia menyatakan bahwa ada tiga masalah utama dengan pendekatan ini.
Pertama, pernyataan eksistensial, yakni pernyataan yang mungkin benar tetapi tidak bisa diverifikasi dengan mudah, seperti “ada putri duyung”. Meskipun sulit, itu bukan berarti tidak mungkin menemukan bukti keberadaannya di suatu tempat di lautan.
Kedua, ada pernyataan yang mungkin benar tetapi sulit diuji secara langsung, seperti “semua sapi memiliki bintik hitam”. Sulit untuk memeriksa setiap sapi di dunia untuk membuktikan hal itu. Ketiga, ada kriteria makna yang dapat diverifikasi, menurut logikanya, tapi tidak ada artinya karena tidak dapat diverifikasi.
Popper mengusulkan solusi yang dia sebut falsifikasionisme. Dia mengatakan bahwa klaim ilmiah harus dapat dipalsukan, yang berarti ada cara untuk membuktikan bahwa klaim itu salah. Ini adalah cara untuk membedakan antara klaim ilmiah yang valid dan klaim yang tidak.