Tentu dengan capaian ini akan sangat berpotensi, jika mengembangkan wisata halal ditambah saat ini Indonesia mempunyai sirkuit baru berlevel Internasional. Namun, terlepas dari itu semua, sayangnya masih banyak masyarakat yang masih belum memahami konsep wisata halal.
Istilah wisata halal baru dikenal sejak 2015, ketika ada sebuah event bertema “World Halal Tourism Summit (WHTS)” digelar di Abu Dhabi Uni Emirat Arab. Tren wisata halal mulai berkembang seiring meningkatnya populasi Muslim dunia. Tren ini juga dilirik oleh Indonesia tentunya dengan berbagai kajian dan pertimbangan.
Dalam perspektif Islam, halal adalah sebuah perbuatan apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan apabila dilanggar akan mendapat dosa. Apabila disandingkan dengan wisata maka akan membentuk frasa baru dengan terminologi baru.
Hal ini karena kata halal dan wisata belum muncul dalam kurun waktu yang lama, mengingat istilah ini masih baru, sehingga terkadang menimbulkan bias, bahkan menimbulkan keterjebakan makna dari istilah wisata halal.
Di Indonesia banyak yang beranggapan bahwa wisata halal adalah melarang semua produk non halal untuk diperjualbelikan. Padahal, asumsi ini tidak benar. Dalam sistem jaminan halal HAS 23000, yang mengatur mengenai sertifikasi halal produk, untuk menjamin kenyamanan toleransi di Indonesia, produk non halal yang diperjualbelikan diwajibkan diberi keterangan label “Non Halal” atau “Produk Mengandung Babi”.