Jakarta – Jimly Asshiddiqie, seorang pakar hukum tata negara, telah menyuarakan pandangannya tentang hubungan antara etika dan hukum. Menurutnya, kedua konsep ini tidaklah bersifat hierarkis, di mana salah satu lebih tinggi dari yang lain, melainkan merupakan relasi yang saling melengkapi, yang ia sebut sebagai relasi luar-dalam, Minggu (11/2/2024).
Dalam pandangannya, Jimly mengatakan bahwa para ahli hukum positif meyakini bahwa hukum memiliki otoritas yang lebih tinggi daripada etika, sementara agamawan meyakini bahwa etika lah yang memiliki posisi lebih tinggi. Namun, Jimly menekankan bahwa pandangan ini memandang hukum dan etika dalam hierarki atas-bawah.
Namun, menurut Jimly, pandangan yang lebih tepat adalah melihat hukum dan etika dalam relasi luar-dalam, di mana etika adalah roh dan hukum adalah jasadnya. Ini berarti bahwa etika memberi semangat dan arah pada hukum yang disusun secara formal.
Di tengah zaman yang terus berubah, Jimly menyatakan bahwa hanya mengajarkan etika sebagai konsep abstrak tidaklah cukup. Etika harus diwujudkan melalui hukum yang positif dan formal, agar dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Jimly menegaskan bahwa meskipun hukum dan etika harus dibedakan, mereka tidak dapat dipisahkan. Hal ini karena hukum harus menjadi wadah bagi etika untuk diterapkan dalam konteks kehidupan nyata. Dengan demikian, penegakan etika dalam setiap peristiwa konkret dapat dijamin.