Sumenep – Cabe jamu, tanaman herbal yang tak hanya subur tumbuh di berbagai wilayah Jawa Timur, tetapi juga menjadi kebanggaan Kabupaten Sumenep. Terletak di Pulau Madura, Sumenep menjadi pusat tanaman cabe jamu terbesar, menyumbang lebih dari setengah dari total luas tanaman cabe jamu di pulau itu. Kecamatan Bluto menjadi lumbung cabe jamu terbesar dengan luas tanaman mencapai 687 hektar dan produksi melebihi 2.500 ton.
Para petani tertarik membudidayakan tanaman herbal ini karena cara budidayanya yang relatif mudah dan dapat dikerjakan secara intensif. Nawari, seorang petani di Kecamatan Bluto, Kabupaten Sumenep, pelaku budidaya tanaman cabe jamu secara intensif, menjelaskan bahwa perawatan tanaman cabe jamu cukup mudah, namun tidak sembarangan dalam arti “gampang-gampang susah”.
Sebab, meski tergolong mudah, tapi apabila tidak dibarengi dengan perawatan yang tepat akan berpengaruh terhadap kualitas dari buah cabe jamu itu sendiri. Cabe jamu yang tumbuh di kawasan dengan jenis tanah yang berbatu relatif memiliki kualitas rasa dan aroma yang lebih kuat.
Bahkan, menurutnya, untuk cabe jamu yang dari Bluto jauh lebih baik kualitasnya karena di lahan yang dimilikinya bukan lagi tanah berbatu, melainkan batu bertanah. Hal ini dapat dijadikan salah satu indikator bahwa tanaman cabe jamu akan menghasilkan buah lebih baik apabila berada di lingkungan yang ekstrem.
Selain dari segi perawatan tanaman cabe jamu yang tergolong mudah, hal lain yang membuat minat petani dalam membudidayakan tanaman cabe jamu adalah nilai jual yang relatif tinggi. Harga jual buah tanaman cabe jamu kering (periode 2022–2023) dapat berkisar diharga Rp65.000–80.000, sedangkan harga jual buah tanaman cabe jamu basah berkisar diharga Rp20.000. Sehingga tanaman yang cukup ditanam sekali dan dapat berbuah berkali-kali ini tentu memiliki potensi besar untuk dikembangkan oleh petani secara intensif.