“Masalahnya, Jika putusan MA tetap dibiarkan jelas itu akan menguntungkan bagi Kaesang Pangarep putra Presiden untuk maju Pilgub. Tapi yang jelas secara hukum cela dan tidak memenuhi syarat,” ucap dia.
Pria kelahiran Bangkalan itu juga mengaku telah melaporkan 3 (tiga) Hakim MA tersebut ke Komisi Yudisial. Kamudian, ia bertindak melakukan pendampingan hukum tehadap dua mahasiswa hukum untuk melakukan pengujian undang-undang ke MK.
“Setalah saya laporkan tiga hakim MA kemudian saya lanjutkan pendampingan untuk pengujian UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi,” Kata Alan Hakim sapaan karibnya.
Abdul Hakim, yang juga Direktur Gradasi (Gerakan Sadar Demokrasi Konstitusi) mengakui bahwa pihaknya mengawal permohonan UU Pilkada itu sejak awal sampai putusan MK dibacakan pada tanggal 20 Agustus 2024. Menurutnya, dalam putusan MK membuat heboh se-Indonesia, mengigat putusan tersebut bisa mengagalkan anak Presiden (Kaesang Pangarep) untuk mencalonkan Kepala Daerah.
“Dalam putusan tersebut, MK menegaskan titik atau batas batas minimum dimaksud dilakukan pada proses pencalonan, yang bermuara pada penetapan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah. Secara tidak lansung menerima permohonan tersebut walapun dalam amar putusan ditolak,” kata pria desa lulusan Hukum UGM tersebut.
Menurut keterangan MK, lanjut Alan Hakim, dalam Rasio Decidendi (alasan putusan hakim,red.) mengatakan sesuai dengan prinsip erga omnes, pertimbangan hukum dan pemaknaan MK norma Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 mengikat semua penyelenggara, kontestan pemilihan, dan semua warga negara.