Opini  

Bayang-bayang Abuse of Power di Balik Pilkades Bangkalan

illustration by madurapers

Mencermati surat tersebut, terlihat sebuah praktik ketatanegaraan yang tidak sehat. Ya, karena dalam  kewenangannya, Bupati tidak dibenarkan secara hukum memberikan perintah kepada BPD. Bupati hanya melantik dan memberhentikan anggota BPD atas usulan ketua BPD yang telah diputuskan dalam musyawarah BPD. Adapun menyatakan P2KD bubar merupakan tindakan penyalahgunaan kewenangan yang kedua oleh Bupati, yang faktanya secara regulasi P2KD tidak bisa dibubarkan dan hanya bisa diganti, mengundurkan diri dan diberhentikan  dengan ketentuan yang berlaku, dan secara hukum Bupati tidak mempunyai kewenangan apa-apa terhadap P2KD. Dalam hal ini abuse of power yang lakukan oleh Bupati Bangkalan dipraktikan dengan cara tidak langsung ialah menunggangi institusi BPD (abuse of institution).

Tindakan semacam ini bukan hanya merugikan proses berlangsungnya Pilkades, akan tetapi juga mempengaruhi terhadap kemandirian desa yang secara hukum diamanatkan langsung oleh UU 6/2014 tentang Desa untuk mengatur pemerintahanya sendiri, dan juga memberikan citra tidak baik terhadap independensi P2KD sebagai penyelenggara Pilkades yang demokratis tanpa memihak siapapun (Pasal 32 ayat (3) UU 6/2014).

Idealnya, Institusi Bupati sebagai penyelenggara pemerintahan di tingkat kabupaten berpedoman kepada Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) sebagai norma dalam menjalankan pemerintahan, yaitu bertindak secara cermat, bermain dengan layak dan tidak mencampuradukkan kewenangan dalam menjalankan tugas atau bertindak yang berakibat hukum dengan menggunakan segala cara untuk kepentingan kelompok tertentu (Crince le Roy dalam Azhar, 2015:274).

Tinggalkan Balasan

error:

Eksplorasi konten lain dari Madurapers

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca