Tindakan semacam ini bukan hanya merugikan proses berlangsungnya Pilkades, akan tetapi juga mempengaruhi terhadap kemandirian desa yang secara hukum diamanatkan langsung oleh UU 6/2014 tentang Desa untuk mengatur pemerintahanya sendiri, dan juga memberikan citra tidak baik terhadap independensi P2KD sebagai penyelenggara Pilkades yang demokratis tanpa memihak siapapun (Pasal 32 ayat (3) UU 6/2014).
Idealnya, Institusi Bupati sebagai penyelenggara pemerintahan di tingkat kabupaten berpedoman kepada Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) sebagai norma dalam menjalankan pemerintahan, yaitu bertindak secara cermat, bermain dengan layak dan tidak mencampuradukkan kewenangan dalam menjalankan tugas atau bertindak yang berakibat hukum dengan menggunakan segala cara untuk kepentingan kelompok tertentu (Crince le Roy dalam Azhar, 2015:274).
Selain berpedoman pada asas-asas penyelenggaraan pemerintahan di atas, tindakan pemerintah harus sesuai dengan aturan yang berlaku yaitu sesuai Perbup Nomor 89/2020 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pilkades. Dalam Perbup tersebut Bupati sebagai unsur utama di dalam Tim Fasilitasi Pemilihan Kepala Desa (TFPKD) tingkat kabupaten (Pasal 3 ayat (2) Perbup 89/2020) dapat ikut andil dalam menyukseskan Pilkades. Dengan catatan, Bupati tetap harus sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan (terlepas dari kelemahan dan cacat norma) tanpa mencampur adukkan antara kewenangan sebagai Bupati dan TFPKD. Sehingga pelaksanaan Pilkades yang akan datang terselamatkan dari kepentingan oknum atau kelompok tertentu. Begitu.
