Sebelum larut ke dalam tulisan yang amat sederhana ini, penulis mengucapkan selamat kepada desa-desa di Kabupaten Bangkalan yang telah berhasil melaksanakan pesta demokrasi pada tanggal 02 Mei 2021 kemarin. Oh, ya, berbicara Pilkades, ia merupakan pesta demokrasi masyarakat desa dalam memilih pemimpin yang ideal menurut mereka dengan kriteria yang ditentukan oleh masyarakat sendiri dengan cara memilih calonnya secara langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Pilkades memang bukan termasuk bagian dari rezim Pemilu sebagaimana yang dimuat di dalam Pasal 22E ayat (2) UUD 1945. Namun Pilkades tidak boleh disepelekan. Bahkan dalam hemat penulis sendiri, Pilkades merupakan embrio dari demokrasi negara, bila proses demokrasi di tingkat desa berjalan dengan baik, maka tidak menutup kemungkinan pada level yang lebih tinggi akan semakin baik. Oleh karena itu, Pilkades harus ditangani dengan serius, mulai dari tahap pelaksanaan, pemungutan suara dan sengketa yang mungkin muncul setelah pemungutan suara digelar.
Sengketa hasil Pilkades saat ini masih menjadi problematika yang sulit dipecahkan. Ya, karena keberadaan badan yang berwenang untuk memutus sengketa hasil Pilkades tidak seperti Pemilu yang dapat diputus oleh MK (Mahkamah Konstitusi). Sehingga, para calon yang merasa dirugikan setelah penghitungan suara, tidak menemukan ruang yang ideal untuk mencari keadilan.
Bupati sebagai Tempat Mencari Keadilan, Idealkah?