Kemudian, untuk mencari kebenaran dan bukti-bukti bila tanah milik keluarga menjadi aset negara Sayedi mendatangi bagian aset dan dinas pendidikan setempat. Namun, saat dirinya menemui bagian aset malah disuruh langsung klarifikasi ke dinas pendidikan setempat.
“Untuk masalah ini, saya disuruh oleh Kabid bagian aset Sahid untuk tanyakan langsung ke dinas pendidikan karena pihaknya berdasarkan pengajuan dari dinas pendidikan,” tuturnya.
“Padahal mulai tahun 1964 kami tidak pernah menghibahkan atau menjual tanah ini ke pihak yang lain tapi kenapa di 2022 tanah kami terdaftar di investaris negara. Jadi, kami jangan kasih alibi-alibi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum,” terangnya.
Lebih lanjut, Sayadi saat mempertanyakan bukti-bukti dinas pendidikan atas dasar tanah milik keluarganya bisa dijadikan aset negara akan tetapi dinas pendidikan tidak bisa menjawab dan tidak mempunyai bukti.
“Saya tanyakan ke kepala dinas pendidikan buktinya mereka tidak bisa memberikan karena bukan pelakunya. Padahal pada penutupan sekolah pertama sudah jelas tertera surat pernyataan yang dihadiri Muspika dan Kabid SD, tertulis akan mengupayakan masalah ini bulan depan,” kata Suryadi menerangkan.
Selain itu, Ahli waris meminta kepastian atas tanah milik keluarganya dan berharap dari Pemkab Bangkalan segera menyelesaikan sengketa tanah di SDN 2 Buddan.
“Kami minta hak atas tanah sendiri. Jangan karena kita masyarakat kecil lalu disepelekan dan kami butuh kepastian bukan hanya janji-janji terus. Kami berharap Pemkab Bangkalan segera turun untuk menyelesaikan sengketa ini, kami tidak akan membuka gembok ini selama belum ada penyelesaian. Bahkan, dinas pendidikan saat ditanya selalu berbelit-belit jawabannya,” pungkasnya.