Opini  

Eksploitasi Pasir dan Greenwashing: Ancaman Ekologi Laut

Madurapers
Abdul Mukhlis, Pemerhati Sosial, Politik dan Kebijakan Publik, Alumni Magister Ilmu Politik dengan Minat Studi Analisis Politik di Universitas Airlangga, Surabaya
Abdul Mukhlis, Pemerhati Sosial, Politik dan Kebijakan Publik, Alumni Magister Ilmu Politik dengan Minat Studi Analisis Politik di Universitas Airlangga, Surabaya (Dok. Madurapers, 2025).

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 membuka kembali ekspor pasir laut yang sebelumnya dilarang selama dua dekade. Kebijakan ini menjadi dasar eksploitasi pasir laut yang kini kembali berlangsung di Indonesia, namun memicu kekhawatiran terhadap dampak ekologis dan keberlanjutan lingkungan.

Respon masyarakat beragam. Kelompok lingkungan seperti Walhi dan Greenpeace menentang keras, dengan alasan eksploitasi pasir laut mempercepat degradasi ekosistem pesisir dan mengancam kehidupan nelayan.

Sebaliknya, pelaku industri dan pemerintah daerah melihatnya sebagai peluang meningkatkan pendapatan serta pembangunan infrastruktur. Demonstrasi terjadi di berbagai wilayah pesisir, terutama yang terdampak langsung. Nelayan khawatir hasil tangkapan berkurang, sementara aktivis lingkungan menuntut transparansi dalam implementasi kebijakan ini.

 

Eksploitasi Pasir Laut: Antara Kepentingan Ekonomi dan Lingkungan

Penambangan pasir laut menjadi cara instan meraih keuntungan di Indonesia. Dengan tingginya kebutuhan material untuk konstruksi dan reklamasi, isu ini kembali mencuat. Kebijakan terkait memunculkan pertanyaan serius tentang komitmen pemerintah terhadap politik hijau dan keberlanjutan lingkungan.

Di satu sisi, pemerintah berbicara tentang pembangunan berkelanjutan dan ekonomi hijau, tetapi di sisi lain, eksploitasi pasir laut tetap berlangsung dengan dampak ekologis yang mengkhawatirkan. Fenomena ini mencerminkan kontradiksi kebijakan yang berpotensi menjadi praktik greenwashing—di mana pemerintah dan perusahaan mengklaim kepedulian lingkungan sambil terus mengeksploitasi sumber daya alam.

Teori greenwashing menjelaskan bagaimana kebijakan yang tampak pro-lingkungan sering kali hanya strategi meredam kritik publik, sementara tindakan nyata justru bertentangan dengan klaim tersebut. Pemerintah dan korporasi kerap menggunakan narasi keberlanjutan untuk menarik dukungan, meskipun praktik eksploitasi tetap berlanjut.

 

Dampak Lingkungan dan Sosial dari Eksploitasi Pasir Laut

Pembukaan kembali ekspor pasir laut diklaim sebagai upaya untuk mengelola sedimentasi laut secara berkelanjutan. Namun, tanpa pengawasan yang ketat, kebijakan ini berpotensi mengulang kembali dampak destruktif yang pernah terjadi sebelum larangan diberlakukan pada 2003.

Salah satu dampak utama yang terjadi adalah abrasi pantai dan erosi pesisir. Aktivitas penambangan pasir yang berlangsung di perairan lepas menghilangkan lapisan pelindung alami pantai, membuat garis pantai semakin terkikis akibat gelombang laut. Dalam jangka panjang, fenomena ini berpotensi menyebabkan perubahan besar pada lanskap pesisir, mengancam permukiman masyarakat pesisir, dan memperburuk risiko bencana alam seperti banjir rob.

Selain itu, eksploitasi pasir laut juga menyebabkan rusaknya habitat laut dan terumbu karang. Penambangan pasir dalam skala besar mengakibatkan kekeruhan air yang menghambat masuknya sinar matahari ke dalam ekosistem bawah laut.

Akibatnya, terumbu karang yang bergantung pada cahaya matahari untuk bertahan hidup mengalami kematian massal. Kerusakan ini tidak hanya mengurangi keanekaragaman hayati laut, tetapi juga berdampak langsung pada spesies ikan yang bergantung pada ekosistem terumbu karang sebagai tempat berkembang biak dan mencari makan.