Dengan nilai rapor yang baik, hari itu, Dino lantas pulang ke rumahnya dengan penuh kegembiraan. Setelah sampai di rumah, ia lekas menghampiri ibunya dan berucap antusias, “Bu, aku berhasil! Aku dapat peringkat empat,” kemudian menyerahkan rapornya.
Sang ibu sontak terkesima setelah menyaksikan nilai-nilai mata pelajaran Dino. “Wah, luar biasa! Kau hebat, Nak!” pujinya.
Dino pun tersenyum bangga.
Namun perlahan, raut ibunya kembali datar. Sang ibu lalu bertanya serius, “Tetapi, peringkatmu ini lebih baik daripada Leon, kan?”
Dino mengangguk tegas. “Tentu, Bu.”
Seketika, sang ibu kegirangan dan memeluk Dino erat-erat. Setelah sekian lama, sang ibu pun mengurai pelukannya dan berucap dengan nada memanjakan, “Nah, karena prestasimu baik dan berhasil membuatku bangga, besok, aku akan belikan sepeda untukmu.”
Tidak pelak, Dino senang bukan kepalang.
Dan sehari berselang, Dino akhirnya mendapatkan sebuah sepeda setelah sekian lama menanti.
Pada waktu kemudian, Dino pun menjalani hari-hari yang membahagiakan dengan sepeda barunya. Ia merasa sudah setara dengan teman-temannya yang telah lama memiliki sepeda. Ia merasa sangat beruntung memiliki Leon sebagai teman baiknya. Ia merasa berutang budi kepadanya.
Hingga akhirnya, sore ini, ketika Dino tengah duduk bersama Leon di bawah pohon mangga untuk melepas penat selepas bermain sepeda di lapangan dusun, mereka pun kembali membincangkan perihal sikap ibu mereka atas peringkat nilai mereka menjelang ulangan semester.
“Ibuku makin keras saja memaksaku belajar belakangan ini,” tutur Leon kemudian. “Ia ingin aku kembali memperbaiki peringkat nilaiku dan mengalahkan peringkatmu.”