Sumenep – Di tengah geliat pembangunan yang digadang-gadang merata, suara dari pelosok selatan Kepulauan Kangean, Kecamatan Kangayan, Kabupaten Sumenep, justru memecah keheningan.
Sejumlah mahasiswa dan pemuda dari kecamatan tersebut angkat bicara lantang soal kondisi jalan penghubung yang tak kunjung tersentuh pembangunan.
Jalan poros yang membentang dari Desa Sawah Sumur, Kecamatan Arjasa hingga Desa Batuputih, Tembayangan, dan Cengkramaan di Kangayan kini bak kubangan lumpur saat hujan dan penuh debu saat kemarau.
Alimni, pemuda asal Desa Batuputih, menyebut jalan ini sebagai urat nadi masyarakat selatan Kangean. Jalur inilah yang saban hari dilalui pelajar menuju sekolah dan pedagang ke pasar. Namun, yang mereka dapat justru ketertinggalan dan ketidaknyamanan.
“Anak-anak sering terlambat sekolah gara-gara jalan ini, apalagi kalau musim hujan. Tapi kami tidak punya pilihan lain,” keluhnya penuh nada kecewa kepada media ini, Selasa (08/05/2025).
Ia pun menuding Pemerintah Kabupaten Sumenep berlaku tak adil dalam distribusi pembangunan. Menurutnya, proyek jalan hanya difokuskan di wilayah utara, sementara bagian selatan dibiarkan terabaikan.
“Kalau bicara jalan vital, selatan juga punya. Tapi kenapa selalu dianaktirikan? Akibat jalan rusak ini, harga kebutuhan di desa kami pun melonjak,” tegas Alimni.
Sikap senada datang dari Presiden Mahasiswa Universitas Wiraraja Madura, Abdurrahman Saleh, yang berasal dari Desa Cengkramaan. Ia menyoroti lemahnya respon pemerintah daerah terhadap jeritan masyarakat akar rumput.
“Jalan rusak ini bukan cuma soal infrastruktur, ini soal keadilan dan kesejahteraan. Pemerintah desa juga harus aktif mendesak Pemkab. Jangan diam!,” katanya.