Warisan kerajaan semacam ini juga amat tampak jelas kita saksikan di kabupaten Bangkalan. Dengan sadar tampuk kepemimpinan kebupaten Bangkalan selama tiga priode berputar di lingkaran kelompok tertentu, Bani Fuad.
Kesan kuat yang muncul dibenak penulis yaitu kekuasaan Bangkalan menjadi bancakan (Red. Tasyakuran), menjadi warisan dari satu putra mahkota kepada putra mahkota lainnya secara bergiliran.
Bilamana mengutip pendapat Paulo Freiere tentang klasifikasi kesadaran manusia ada tiga; kesadaran Magis, Kesadaran Naif dan kesadaran Kritis. Sampai saat ini kesadaran masyarakat Bangkalan masih pada tataran kesadaran Naif; sadar bahwa Demokrasi Bangkalan hanya hayalan dan utopis. Akan tetapi, mere enggan untuk melakukan tindakan representatif dari spirit perubahan dan pembangunan Bangkalan.
Baru-baru ini Bangkalan dihebohkan adanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bertamu dan menyambangi Bangkalan. Kedatangan KPK ke Bangkalan untuk mengusut terkait dugaan kasus korupsi jual beli jabatan.
Dari berita yang beredar ada sekitar enam yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Bupati Bangkalan, Kapala Dinas Industri dan Ketenaga Kerjaan, Kepala Dinas PUPR, Kepala BKPSDA, Kepala DPMD dan Kepala Dinas Ketahanan Pangan.
Korupsi merupakan persoalan yang sangat akut dan berbahaya bagi keberlangsungan suatu negara. Korupsi menjadi penyakit akut dan penghambat perkembangan dan kemajuan suatu negara. Birokrasi Indonesia melakukan tindakan Koruptif secara sadar dan disadari, tanpa sedikit pun merasa bersalah.