Opini  

Korupsi, Perpecahan, dan Keruntuhan Kerajaan Bangkalan

Syamsul Hadi, Pengurus Cabang PMII Bangkalan (Dok. Madurapers, 2022)

Bukti adanya penghianatan di intenral loyalis Ra Fuad yakni adanya upaya memposisikan kelompoknya pada jabatan-jabatan setrategis menggunakan cara jual beli jabatan. Barangkali di masa Majapahit pertimbangan memposisikan sesorang adala loyalitasnya, berbeda di Bangkalan yang menjadi pertimbangan adalah uang. Ada uang, posisi atau jabatan diperoleh.

Nahasnya, kita hidup di zaman modern dimana sistem telah mengatur sedemikian rupa untuk memperkecil potensi kerusakan atau kehancuran suatu negara, seperi dalan bentuk Konstitusi atau pun lembaga anti rasuah (KPK).

Kekosongan tokoh sentral di Bangkalan menjadi kehawatiran tersendiri. Pasalnya kultur masyarakat Madura kental akan adanya tokoh sentral sebagai role model dalam segala hal. Kedudukan tokoh sentral dapat mengatur dan mengontrol kehidupan sosial-politik dan sosial-keagamaan masyarakat.

Bilamana tokoh ini sudah tiada, masyarakat berhamburan dan tidak ada lagi sosok yang dapat mengontrol, terbukti pasca wafatnya Ra Fuad di Bangkalan, tingkat kejahatan kekerasan fisik (Carok) antar masyarakat semakin tinggi.

Kedepan, harus dapat lahir tokoh sentral yang ideal dan berintegritas sehingga benar-benar layak menjadi sosok panutan Masyarakat Bangkalan baik dalam bernegara atau pun beragama.

Dan kita sebagai masyarakat harus dapat mendudukkan ketokahan seseorang pada porsinya, jangan sampai terlena terhadap ketokohan sesorang yang dinilai serba benar dan mutlak benar sebagaimana upaya Nur Kholis Madjid untuk menanamkan pradigma Desakralisasi, yaitu upaya penghapusan mind-set sakralitas atau pengkultusan baik simbol, icon atau tokoh tertentu yang dinilai mewarisi sifat ketuhanan.

Tinggalkan Balasan

Eksplorasi konten lain dari Madurapers

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca