Surabaya – Data serapan (realisasi) Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) Tahun Anggaran (TA) 2021 hingga awal triwulan ketiga tahun 2021 terdapat perbedaan. Fakta ini diungkap Moch. Aziz, S.H., M.H., anggota Fraksi PAN DPRD Jatim, Dapil Madura ke awak media Madurapers, Surabaya (27/7/2021).
Menurutnya berdasarkan data Direktorat Jenderal Keuangan Daerah (Ditjen Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendgari) per 15 Juli 2021 realisasi Pendapatan Daerah Pemprov Jatim sebesar 40,88% dan realisasi Belanja Daerah Pemprov Jatim sebesar 28,40%. Data ini dirilis Ditjen Keuda Kemendagri terkait serapan APBD TA 2021 per 15 juli 2021 untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia (lihat https://youtu.be/uaQ53zgOkDc).
Berbeda dengan data tersebut, pada 26 juli 2021 Pelaksana Harian (Plh) SEKDA Provinsi Jatim juga mengeluarkan rilis, yang menjelaskan bahwa per tanggal 23 Juli 2021 realisasi APBD Pemprov Jatim TA 2021: (1) realisasi Pendapatan Daerah sebesar 56,18%, dan (2) realisasi Belanja sebesar 43,01% (lihat https://www.wartatransparansi.com/2021/07/26/surat-teguran-mendagri-bukan-untuk-pemprov-jatim.html).
Sungguh aneh, yang menurut Moch. Aziz, “bayangkan, dalam situasi pandemi Covid-19, dengan aparatur banyak bekerja dari rumah (work from home/WFH) capaian Pendapatan dan Belanja Daerahnya luar biasa. Hanya dalam kurun waktu 1 “minggu” terjadi lonjakan yang sangat signifikan. Realisasi Pendapatan Daerah yang semula 40,88% menjadi 56,18% dan realisasi Belanja Daerah yang semula 28,40% menjadi 43,01%.
Inilah problem rutin yang tidak berkesudahan dari tahun ke tahun. Jaman sudah digital, tapi data belum terintegrasi secara digital. Perbedaan data daerah dg pusat tidak terintegrasi karena lemahnya pengelolaan data secara digital. Andaikan dibuat digitalisasi data secara komprehensif dan terstruktur, kecil kemungkinan ada perbedaan signifikan. Perbedaan data signifikan dalam hitungan 1 minggu, sulit dinalar oleh siapapun. Semoga itu bukan data siluman atau bahkan data dramaturgi.