Bangkalan – Setiap tahun, jutaan masyarakat Indonesia melakukan perjalanan jauh untuk pulang ke kampung halaman menjelang Hari Raya Idulfitri. Fenomena sosial ini dikenal sebagai mudik Lebaran, sebuah tradisi yang telah berlangsung secara turun-temurun dan menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya bangsa.
Secara etimologis, menurut Oktavio dan Indrianto (2019), kata “mudik” berasal dari bahasa Jawa, yaitu “mulih” yang berarti kembali dan “dilik” yang berarti pulang ke rumah. Seiring waktu, makna mudik berkembang menjadi tradisi yang melekat dalam budaya masyarakat Indonesia.
Mudik Lebaran merupakan tradisi tahunan yang sangat dinanti oleh masyarakat Indonesia. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mudik berarti pulang ke kampung halaman, sedangkan Lebaran adalah hari raya umat Islam yang jatuh pada 1 Syawal setelah menjalankan ibadah puasa selama sebulan.
Dari kedua definisi tersebut, Mudik Lebaran dapat disimpulkan sebagai tradisi pulang ke kampung halaman dalam rangka merayakan hari raya Idulfitri. Tradisi ini menjadi momen penting bagi umat Islam untuk berkumpul dengan keluarga. Setelah menjalankan ibadah puasa selama sebulan, mudik menjadi bentuk perayaan kemenangan dan kebersamaan.
Mudik, menurut Handoyo et al (2021) yang dikutip dari artikel Tim Web Unesa (2025), bukan sekadar perjalanan pulang kampung, tetapi juga manifestasi dari ikatan keluarga yang kuat. Dalam budaya kolektivis Indonesia, kesetiaan terhadap keluarga menjadi prioritas utama, yang tercermin dalam fenomena mudik ini.
Selain mempererat hubungan keluarga, mudik juga menjadi momen refleksi dan penghormatan terhadap orang tua serta leluhur. Hal ini mencerminkan nilai sosial yang tinggi dalam kehidupan masyarakat Indonesia.