Noris menjelaskan, bahwa bukan berarti tidak memungkinkan adanya suatu perubahan mengenai regulasi Pemilu dan Pilkada mendatang, karen karena ada kewenangan di Bawaslu itu tidak sama dengan UU yang digunakan dalam pelaksanaan Pemilu dan Pilkada serentak sebelumnya.
“Mungkin ada perubahan, tapi saya tidak tahu. Itu wewenangnya pembuat UU, atau bahkan menggunakan UU baru,” jelasnya.
Ditanya perbedaan tersebut, Noris mengungkapkan pada mekanisme penangangan masalah. Menurutnya, penanganan masalah antara UU Pemilu dan UU Pilkada.
“Contohnya dalam penanganan pelanggaran UU Pemilu punya waktu 7 (tujuh) hari kerja. Kalau di Pilkada kita punya waktu 5 (lima) hari kalender. Jelas itu sudah ada yang berbeda,” urainya.
“Hal hal teknis seperti itu haru difikirkan. Untuk antisipasi adanya pelanggaran dan kita punya waktu yang cukup untuk melakukan penangan pelanggaran tersebut, Sambungnya.
Dengan diberikannya waktu 7 (tujuh) hari kerja atau 5 (Lima) hari kalender, pihaknya merasa terlalu singkat. Dikerenakan pada saat pelaksanaan pemilihan dan penghitungan suara banyak ditemukan berbagai persoalan, ditambah keterbatasan infrastruktur di tubuh Bawaslu sendiri.
“Tentunya menjadi pertimbangan sejauh mana kita bisa menyelesaikan tanggung jawab itu,” imbuhnya.
Noris menambahkan, untuk saat ini pihak Bawaslu Sumenep sendiri telah melakukan rapat internal guna merespon keputusan resmi terkait Pemilu dan Pilkada serentak tahun 2024 mendapatkan itu.
“Setelah adanya keputusan itu dari pusat, hanya itu yang dapat kami lakukan,” pungkasnya.