“Masyarakat hanyalah sekumpulan orang-orang yang awam hukum. Tetapi kemampuan nalarnya semakin kritis,” imbuhnya.
Menurutnya, Jika Pemerintah Kabupaten Bangkalan dan Sumenep dapat menjalankan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades), mengapa Sampang tidak?.
“Hal ini hanya akan menimbulkan kesan bahwa Sampang adalah daerah tertinggal dan cacat demokrasi. Padahal jika dilihat dari kondisi geografis, kriteria masyarakat, sosial, politik, ekonomi, demokrasi dan sebagainya. Sampang sangat dan amat bisa bersaing, bahkan lebih unggul dari Kabupaten-kabupaten lain yang ada di Madura. Begitulah kami sebagai orang awam berpikir,” tuturnya.
Dirinya mengatakan jika Pilkades ini ditunda akan menimbulkan masalah terkait kepemimpinan dalam kurun waktu satu periode yang akan berjalan tanpa pemerintahan Desa sebagaimana mestinya, “Bagaimana penjelasan, dasar Hukum, rincian proses kepemimpinan serta kewenangan penggunaan anggaran yang akan berjalan dalam satu periode jika tanpa pemerintahan desa yang normal?”
“Hal-hal substansial seperti ini sangat amat urgen untuk dilakukan diskusi publik. Sehingga, keterbukaan informasi dan data yang berkaitan langsung dengan masyarakat harus diberikan untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang baik,” paparnya.
“Masyarakat tidak hanya ingin menunggu, tetapi juga ingin terlibat aktif dalam proses politik yang menyangkut hak-hak konstitusionalnya,” katanya.
Menyikapi hal itu, Erha Suud Abdullah, SH mengatakan dalam membuat regulasi Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) hampir mendekati egoisme politik para pemegang kekuasaan.