Jakarta – Anggota Komisi III DPR-RI Supriansa mengungkapkan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), sebagaimana pendapat pakar, baru dapat dikatakan sebagai tindak pidana jika sudah disimpulkan oleh penyidik, Jumat (7/4/2023).
Jikalau baru disampaikan oleh Kepala PPATK (Ivan Yustiavandana), misalnya, maka hal tersebut belum dapat masuk hasil kesimpulan yang bisa dijadikan sebagai kategori terjadi TPPU.
Supriansa menyampaikan itu di sela-sela Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi III DPR-RI dengan Dr. Yunus Husein, S.H., LL. M., dan Pakar Hukum TPPU Dr. Yenti Garnasih, S.H., M.H (dalam rangka pembahasan terkait penjelasan transaksi keuangan yang mencurigakan dikaitkan dengan TPPU), yang digelar di Gedung Nusantara III DPR-RI, Senayan, Jakarta, Kamis (6/4/2023).
“Kalau kita mengacu dari penjelasan pakar tadi di dalam dengan yang disampaikan oleh mantan Kepala PPATK, maka bisa disimpulkan bahwa TPPU itu jika sudah disimpulkan oleh penyidik.
Kalau baru disampaikan oleh Kepala PPATK misalnya, maka itu belum dikatakan hasil kesimpulan yang bisa dijadikan sebagai kategori terjadi tindak pidana pencucian uang, kalau mengacu dari diskusi ini,” ujar Supriansa.
Supriansa lebih lanjut mengungkapkan, berdasarkan paparan pakar Dr. Yenti Ganarsih, menyampaikan bahwa TPPU harus jelas tindak pidana asalnya.
“Ada hal yang menarik bagi saya karena terjadi tentu perbedaan. Kalau kemarin-kemarin, PPATK (Pak Ivan) menyatakan, bahwa dengan tegas menyatakan bahwa 349 triliun itu adalah TPPU.