Jakarta – Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur dan Pasifik (ATP), termasuk Indonesia, menurut Bank Dunia (Word Bank) diperkirakan melambat menjadi 4,9 persen pada 2024 dari 5,1 persen di 2023. Perlambatan ini terutama disebabkan oleh penurunan aktivitas ekonomi di Tiongkok atau China, yang mencatat pertumbuhan sebesar 4,9 persen.
Di Tiongkok, kepercayaan konsumen yang lemah dan pertumbuhan konsumsi yang melambat menekan aktivitas domestik. Selain itu, krisis berkepanjangan di sektor properti turut menjadi penghambat utama pertumbuhan ekonomi.
Meskipun investasi di sektor infrastruktur dan manufaktur tetap solid, penurunan investasi di properti membebani keseluruhan pertumbuhan investasi. Namun, permintaan eksternal yang meningkat mendorong aktivitas industri, dengan ekspor kembali pulih pada 2024.
Di luar Tiongkok, pertumbuhan ekonomidi kawasan ATP meningkat menjadi 4,8 persen pada 2024 dari 4,3 persen di tahun sebelumnya. Pemulihan perdagangan global, rebound pariwisata, dan permintaan domestik yang kuat menjadi pendorong utama.
Negara-negara berorientasi ekspor seperti Malaysia dan Vietnam mencatat pertumbuhan yang signifikan. Kawasan Pasifik juga mengalami peningkatan ekonomi, mencapai 4,3 persen.
Namun, proyeksi pertumbuhan di kawasan ATP diperkirakan terus melambat menjadi 4,6 persen pada 2025 dan 4,1 persen pada 2026. Di sisi lain, kawasan ATP tanpa Tiongkok diperkirakan tetap tumbuh stabil pada 4,9 persen di 2025 sebelum menurun sedikit ke 4,7 persen di 2026.
Faktor-faktor seperti lemahnya konsumsi domestik di Tiongkok dan perlambatan sektor properti diperkirakan terus menekan pertumbuhan. Selain itu, penurunan populasi dan peningkatan utang publik serta korporasi akan memperlambat investasi dan produktivitas.