Surabaya – Dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2024, Ali Muhdi, seorang kandidat doktoral sosiologi dari Universitas Airlangga (UNAIR), mengungkapkan kekhawatiran tentang maraknya politik dinasti yang dapat memicu timbulnya “gerakan moral transplantasi politik”, Minggu (4/2/2024).
Menurutnya, gerakan ini melibatkan berbagai elemen masyarakat, seperti masyarakat sipil (civil society), kelas menengah (middle class), intelektual organik, dan aktivis gerakan, yang akan menggunakan kekuatan moral untuk mengingatkan penguasa yang melenceng dari konstitusi dan norma kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ali Muhdi, atau yang akrab disapa Ali, menyatakan bahwa gerakan moral ini masih bersifat parsial dan belum komprehensif. Saat ini, gerakan tersebut lebih banyak berasal dari basis kampus ketimbang pesantren. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa kiai dan santri belum sepenuhnya terlibat dalam misi yang sama dengan aktivis kampus.
Penting untuk dicatat bahwa basis pesantren, baik kiai maupun intelektual muslim grassroot, terlihat terlibat dalam kepentingan politik praktis kelompok tertentu daripada mendukung perjuangan politik kebangsaan. Ali menegaskan bahwa jika situasi ini tidak terkendali, dampaknya bisa jauh lebih buruk daripada pemilu tahun 2019.
Ali menawarkan beberapa solusi jangka pendek untuk menghadapi tantangan ini. Pertama, presiden harus mempertahankan netralitasnya dalam berdemokrasi. Kedua, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga harus mengingatkan presiden untuk menjamin keberlangsungan pemilu yang jujur, adil, bebas, dan rahasia.