Jakarta – Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 untuk menekankan efisiensi Belanja Negara. Kebijakan ini diambil sebagai respons terhadap keterbatasan Pendapatan Negara yang berbanding terbalik dengan meningkatnya kebutuhan Belanja Negara.
Melalui kebijakan ini, pemerintah menargetkan penghematan anggaran sebesar Rp306,69 triliun. Anggaran tersebut terdiri dari Rp256,1 triliun dari kementerian/lembaga dan Rp50,59 triliun dari transfer ke daerah.
Jika efisiensi ini berhasil, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 diperkirakan dapat ditekan menjadi Rp309,51 triliun. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan proyeksi awal dalam Undang-Undang Nomor 62 Tahun 2024.
Namun, ekonom Achmad Nur Hidayat dari UPN “Veteran” Jakarta memiliki pandangan berbeda. Ia memperkirakan defisit APBN bisa membengkak hingga Rp800 triliun karena berbagai program pemerintah yang membutuhkan dana besar.
Salah satu program yang berpotensi memperlebar defisit adalah Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program ini diperkirakan menelan biaya Rp100 triliun akibat cakupan penerimanya yang mencapai 82,5 juta orang.
Selain MBG, program swasembada pangan juga membutuhkan anggaran besar. Investasi di sektor pertanian, subsidi pupuk, serta pembangunan infrastruktur irigasi menjadi faktor yang bisa membebani APBN.
Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) juga menjadi sorotan karena membutuhkan dana besar dari APBN. Meskipun pemerintah mengandalkan investasi swasta, realisasi pendanaan dari sektor ini masih belum sesuai harapan.
Wahyudi Kumorotomo, Guru Besar UGM, menilai bahwa target efisiensi anggaran Rp306 triliun bukanlah hal yang mudah. Ia menyoroti budaya birokrasi yang cenderung boros, yang dapat menghambat implementasi penghematan.