Putusan ini mengabulkan gugatan yang diajukan Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Safei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khiloirul Fatna, yang semuanya berstatus mahasiswa.
Para pamohon, yang semuanya berstatus mahasiswa, menyatakan bahwa Pasal 222 UU Pemilu melanggar batas kebijakan hukum terbuka (open legal policy) dan moralitas demokrasi.
Permohonan itu diterima di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi pada 23 Februari 2024 berdasarkan Akta Pengajuan Permohonan Pemohon Nomor 31/PUU/PAN.MK/AP3/02/2024, dan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK) pada 1 Juli 2024 dengan Nomor 62/PUU-XXII/2024.
Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Pasal 222 UU Pemilu tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat karena bertentangan dengan ketentuan UUD 1945.
Putusan ini diyakini akan membuka jalan bagi lebih banyak partai untuk mengusung calon presiden, membawa angin segar bagi demokrasi Indonesia di masa mendatang.