Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI, Arzeti Bilbina menanggapi kontroversi restoran legendaris Ayam Goreng Widuran Solo yang terungkap menggunakan produk non-halal. Menurutnya, mengutip dari Parlementaria, kejadian ini mencerminkan lemahnya pengawasan terhadap transparansi informasi makanan di ruang publik.
Arzeti menyayangkan fakta bahwa restoran tersebut selama lebih dari 50 tahun tidak mencantumkan label non-halal secara jelas. Ia menyebut ketidakterbukaan ini dapat dianggap sebagai bentuk penipuan terhadap konsumen.
Kisah ini mencuat setelah unggahan akun media sosial mengungkap bahwa ayam goreng di resto tersebut tidak halal, meski banyak konsumennya adalah Muslim. Komentar kekecewaan juga bermunculan di kolom ulasan Google Review.
Pihak restoran kemudian mengonfirmasi bahwa label non-halal baru dipasang beberapa hari terakhir usai muncul banyak komplain. Arzeti menyatakan pelaku usaha harus terbuka sejak awal dan mematuhi aturan yang berlaku.
“Sudah ada ketentuannya dalam UU Jaminan Produk Halal (JPH). Ketentuan tersebut agar konsumen bisa mengetahui mana makanan yang halal dan tidak halal,” ujar Arzeti, kutip Parlementaria, Rabu (28/05/2025).
Menu non-halal di restoran tersebut diketahui berasal dari penggunaan minyak babi untuk bahan kremes. Dampaknya, restoran yang berdiri sejak 1973 itu harus ditutup sementara untuk proses pemeriksaan kehalalan.
Arzeti mendukung langkah penutupan sementara untuk menjamin kehalalan produk, namun manajemen tetap harus bertanggung jawab terhadap nasib karyawan. Ia meminta pemerintah memperketat sistem pengawasan kuliner.