Jakarta – Bank Indonesia (BI) melaporkan perkembangan terkini indikator stabilitas nilai Rupiah di tengah kondisi ekonomi global dan domestik yang dinamis, Jumat (24/01/2025).
Laporan ini mencerminkan penguatan Rupiah serta penurunan sejumlah indikator risiko yang mendukung optimisme terhadap ketahanan ekonomi Indonesia.
Pada Kamis, 23 Januari 2025, nilai tukar Rupiah ditutup pada level Rp16.275 per dolar AS. Namun, pagi ini, Jumat, 24 Januari 2025, Rupiah dibuka menguat ke level Rp16.235 per dolar AS.
Di pasar obligasi, yield Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun juga menunjukkan tren penurunan. Dari 7,06 persen pada 23 Januari 2025, yield ini turun menjadi 7,03 persen pada Jumat (24/01/2025) pagi, menunjukkan minat investor yang lebih tinggi terhadap obligasi pemerintah Indonesia.
Indeks Dolar AS (DXY), yang mengukur kekuatan dolar terhadap sejumlah mata uang utama, melemah ke level 108,05 pada 23 Januari 2025. Sebaliknya, yield US Treasury (UST) Note 10 tahun naik ke 4,644 persen, mencerminkan perubahan sentimen pasar global.
Bank Indonesia mencatat aliran modal asing yang positif pada minggu keempat Januari 2025. Hingga 23 Januari, premi Credit Default Swap (CDS) Indonesia 5 tahun turun menjadi 73,01 basis poin (bps), dibandingkan 76,14 bps pada 17 Januari.
Berdasarkan data transaksi 20–23 Januari 2025: pertama, nonresiden melakukan beli neto sebesar Rp11,52 triliun. Rinciannya: jual neto Rp0,35 triliun di pasar saham, beli neto Rp9,60 triliun di pasar SBN, dan beli neto Rp2,27 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Kedua, sepanjang tahun 2025 hingga 23 Januari, nonresiden tercatat melakukan jual neto Rp2,03 triliun di pasar saham, jual neto Rp1,91 triliun di pasar SBN, dan beli neto Rp2,95 triliun di SRBI.