Yang akan jadi perdebatan hukum, kata dia, adalah RUU itu nantinya akan menerapkan non-conviction based asset forfeiture (NCB-AF) atau perampasan aset tanpa tuntutan pidana atau tidak.
Taufik menegaskan, perdebatan itu bukan berarti penolakan terhadap NCB-AF mendukung kejahatan korupsi dan tidak mendukung pemberantasan korupsi.
Namun, hal itu terkait persoalan prinsip hukum dan hak asasi manusia tentang jaminan terhadap proses hukum yang sesuai prinsip peradilan yang jujur dan adil, serta asas praduga tak bersalah.
“Apabila diterapkan, maka selain berpotensi melanggar prinsip-prinsip hukum ini juga jika tidak hati-hati dapat membuka kesempatan penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penegak hukum ataupun dengan alasan politis,” tutur Taufik.
Untuk mengatasi hal itu, kata Taufik, RUU Perampasan Aset harus secara ketat mengatur dan memastikan agar jaminan terhadap proses hukum dan peradilan yang jujur dan adil menjadi dasarnya.
Selain itu, RUU juga harus mengatur mekanisme pengujian (challenge) atas tindakan perampasan aset yang sewenang-wenang atau jika terdapat kesalahan untuk melindungi orang yang tidak bersalah.