Jakarta – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah bukan sekadar upaya memberikan asupan gizi bagi anak-anak sekolah. Lebih dari itu, inisiatif ini menjadi bentuk nyata kepedulian negara dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) sejak dini.
Anggota DPR RI, Slamet Ariyadi, menegaskan bahwa MBG tidak hanya berdampak pada kesehatan dan ketahanan tubuh anak-anak, tetapi juga turut menggerakkan roda perekonomian masyarakat, khususnya UMKM lokal.
“Program ini bukan hanya tentang memberi makan, tapi juga menghidupkan sektor ekonomi rakyat. Petani, pedagang sayur, peternak ayam, produsen telur, hingga pengusaha tahu dan tempe turut merasakan dampaknya. Ini ekosistem ekonomi yang saling mendukung,” ujar Slamet Ariyadi.
Program MBG kini mulai berjalan di berbagai daerah, meski belum mencakup seluruh wilayah Indonesia. Dengan tambahan anggaran sebesar Rp171 triliun, diharapkan target 75 juta penerima manfaat dapat tercapai pada akhir 2025.
Namun, di balik kesuksesan program ini, ada tantangan yang harus dihadapi, salah satunya terkait pengelolaan limbah makanan. Slamet menekankan bahwa dapur umum di sekolah-sekolah harus menjaga sanitasi dan kebersihan, serta memiliki sistem pengelolaan limbah yang baik.
“Kita tidak bisa menutup mata terhadap limbah yang dihasilkan, baik dari dapur umum maupun di sekolah. Sampah makanan, kulit buah, dan kemasan susu harus dikelola dengan benar agar tidak menciptakan masalah lingkungan baru,” katanya.
Dalam implementasi MBG, pemerintah mendorong agar Sentra Penyediaan Pangan Bergizi Gratis (SPBG) menggandeng pelaku usaha lokal sebagai pemasok utama kebutuhan bahan makanan.