Opini  

UU TNI: Efek Domino hingga Pelemahan Rupiah

Abdul Mukhlis, Pemerhati Sosial, Politik dan Kebijakan Publik, Alumni Magister Ilmu Politik dengan Minat Studi Analisis Politik di Universitas Airlangga, Surabaya
Abdul Mukhlis, Pemerhati Sosial, Politik dan Kebijakan Publik, Alumni Magister Ilmu Politik dengan Minat Studi Analisis Politik di Universitas Airlangga, Surabaya (Dok. Madurapers, 2025).

Pasar Bergejolak Implikasi Aksi Jual Saham

Pada 21 Maret 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau parkir di zona merah ditutup melemah 1,94% atau 123,49 poin ke level 6.258,18 (Data Indonesia:21/03/25). Pada tanggal 18 Maret 2025, IHSG mengalami penurunan signifikan hingga 5%, memaksa Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk memberlakukan penghentian sementara perdagangan (trading halt) sekitar pukul 11:19 WIB (Kompas:18/03/25). Peristiwa ini berdampak pada banyak investor dan menimbulkan kekhawatiran di pasar saham Indonesia. Secara keseluruhan, selama periode 17 hingga 21 Maret 2025, IHSG mengalami penurunan sebesar 3,95% (Oke Zone:22/03/25). Pasar saham dikenal sebagai leading indicator dari sentimen ekonomi dan politik. Ketika terjadi ketidakpastian besar—baik dari faktor internal seperti kebijakan pemerintah maupun eksternal seperti guncangan ekonomi global—pelaku pasar akan langsung bereaksi dengan menyesuaikan portofolio mereka, terutama dengan menjual saham yang dianggap berisiko tinggi.

IHSG berada di zona merah pada penutupan perdagangan (Kompas:21/3/2025). Jika pengesahan UU TNI langsung memicu trading halt, ini menunjukkan bahwa pasar melihat risiko sangat besar dalam waktu singkat. Aksi jual dilakukan dalam skala masif terutama oleh investor asing. Pasar tidak memiliki cukup likuiditas untuk menahan tekanan jual, sehingga IHSG harus dihentikan sementara untuk menghindari anjlok lebih dalam.

Aksi jual ini sejalan dengan ekspektasi rasional, di mana pelaku pasar lebih memilih mengurangi risiko lebih awal daripada menunggu dampak kebijakan terasa. Investor tidak hanya bereaksi terhadap peristiwa saat ini, tetapi juga membuat keputusan berdasarkan prediksi masa depan. Artinya, tidak perlu melihat dampak kebijakan secara nyata sebelum bertindak—cukup dengan membaca sinyal risiko dan segera menyesuaikan strategi investasinya.

Eksplorasi konten lain dari Madurapers

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca