Probolinggo – Mahasiswa STKIP PGRI Bangkalan mengejutkan dunia sastra Indonesia dengan puisinya yang berjudul “Cinta yang Membunuh tanpa Mengakhiri.” Dalam ajang lomba cipta puisi tingkat nasional di Probolinggo, ia sukses merebut juara pertama dengan karya penuh emosi dan kritik sosial.
Puisi itu menyentuh sisi tergelap cinta, memotret luka yang tersembunyi di balik kata-kata manis. Ia menggambarkan cinta sebagai paradoks yang lembut namun menghancurkan, memikat namun menyakitkan.
Dewan juri terpukau oleh kekuatan naratif dan kedalaman makna dalam setiap bait puisi tersebut. Mereka menilai karya ini sebagai satu dari sedikit puisi muda yang menyentuh level intelektual sekaligus emosional.
Lomba ini diikuti oleh lebih dari delapan puluh peserta dari berbagai daerah di Indonesia. Namun, hanya puisi ini yang mampu mencuri perhatian karena keberaniannya menyuarakan realita cinta yang tak selalu indah.
Karya tersebut tidak hanya bermain dengan estetika kata, tetapi juga menyisipkan kritik tajam terhadap budaya patriarki dan relasi penuh manipulasi. Metafora yang digunakan menggambarkan kekerasan emosional secara elegan, tanpa kehilangan keindahan puisi.
Judulnya yang mencolok menjadi daya tarik awal yang mengundang penasaran. Namun, isi puisinyalah yang akhirnya mengguncang batin audiens dan meninggalkan kesan mendalam.
Saat ditemui usai penyerahan penghargaan, sang penulis mengungkapkan proses panjang penciptaan karyanya. Ia menjelaskan bahwa puisinya lahir dari kegelisahan terhadap relasi cinta yang sering disalahpahami.