Bahkan lanjut Wija, dalam buku terbitan LP3ES dengan judul “Demokrasi Tanpa Demos” memiliki makna bahwa demokrasi mengabaikan suara warga, suara demos. Saat ini banyak sekali, hingga puluhan kampus saut-sautan untuk memprotes keadaan, menyuarakan perlawanan dan mengkoreksi pelanggaran etika. Salah satunya adalah ketidaknetralan pemerintah dalam pemilu ini.
“Rezim presiden Jokowi terjadi selama 4 periode dimana pada 2014-2016 diistilahkan sebagai honeymoon, namun pada 2016-2019 terlihat neo developmentalisme dimana pembangunan yang mengabaikan kelestarian lingkungan dan lain sebagainya, pada 2019-2022 terjadi oligarki ugal-ugalan dan pada 2023 hingga saat ini terjadi politik dinasti, politisasi bansos dan pengingkaran konstitusi” pungkasnya.