Untuk itu, pihaknya saat ini melakukan beberapa langkah. Pertama, adanya laporan dari masyarakat terkait penjualan ikan dari kepulauan Sumenep ke Bali ataupun ke beberapa daerah di luar Sumenep.
“Sementara ini kita sudah lakukan untuk melakukan pendataan, jadi awal awal kita minta data laporan dari nelayan yang melakukan penjualan di luar Sumenep,” jelasnya.
Kedua, pihaknya saat ini sudah bekerja sama dengan pemerintah Provinsi Bali untuk para nelayan Sumenep yang melakukan transaksi jual beli haru memiliki Surat keterangan Peredaran Hasil Perikanan (SKPHP).
“Semua ikan yang masuk ke luar Sumenep, khususnya Bali. Harus memiliki SKPHP. Jik tidak, maka itu bentuk pelanggaran,” tegasnya.
Edie juga menyampaikan terkait proses memiliki SKPHP itu sangatlah mudah dan gampang, karena SKPHP sudah tersedia secara online. Artinya para nelayan bisa mengakses surat tersebut bisa di manapun dan kapanpun saja.
“Jadi kalau dulu harus ke Sumenep, sekarang bisa dilakukan dengan online ngurus SKPHP itu,” ungkapnya.
“Jika ngurus SKPHP datangnya tersedia, jenis ikannya apa saja, berapa kilo per jenisnya. Jadi minimal ada datanya, sehingga bisa terdeteksi peredaran ikan dari perairan Sumenep,” sambungnya.
Hal tersebut sebagai langkah awal Dinas Perikanan untuk mengantisipasi adanya pengakuan dari pihak pemerintah Bali terhadap ikan-ikan yang berasal dari perairan Sumenep.
“Padahal ikan tersebut ditangkap dari perairan Sumenep, khusus dari Raas, Masalembu, Sapeken, dan beberapa pulau lainnya,” pungkasnya.
Pihaknya berharap kepada para nelayan di wilayah Sumenep agar meningkatkan kesadarannya dalam menjaga kekayaan alam yang dimiliki laut Sumenep. Sehingga sewaktu-waktu hasil dari kekayaan laut Sumenep tidak diakui oleh pihak lain.
