Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, menyoroti kasus Pertamax oplosan yang melibatkan PT Pertamina dan sub-holdingnya. Ia menegaskan bahwa permintaan maaf dari Pertamina tidak cukup untuk menyelesaikan dampak yang dirasakan oleh konsumen.
Mufti mempertanyakan langkah Pertamina dalam mengganti kerugian konsumen akibat Pertamax oplosan. “Heboh Pertamax oplosan saya rasa tidak cukup dengan hanya meminta maaf lalu seolah-olah dosa-dosa Pertamina selesai,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa bahan bakar bukan untuk dikonsumsi, tetapi digunakan untuk keperluan sehari-hari. “Saya maka tidak bayangkan kalau seandainya kemudian oksigen dikelola oleh Pertamina jangan-jangan dioplos dengan karbon dioksida,” tambahnya.
Sebagai solusi, Mufti mengusulkan pemanfaatan aplikasi MyPertamina untuk kompensasi kepada konsumen. Dengan begitu, masyarakat dapat merasakan upaya nyata dari Pertamina untuk memperbaiki kepercayaan publik.
Ia juga mengusulkan agar Pertamina memberikan Pertamax gratis untuk sementara waktu. “Atau seminggu atau sebulan. Atau apa yang bisa bapak lakukan yang penting rakyat merasa ada upaya dari Pertamina untuk memberikan perbaikan dan minta maaf,” katanya.
Menurutnya, langkah konkret harus segera diambil guna menjaga integritas Pertamina. Tanpa perbaikan, kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan pelat merah ini akan semakin menurun.
Selain itu, Mufti juga menyoroti besarnya gaji yang diterima Direksi Pertamina. Menurutnya, angka tersebut tidak sebanding dengan kinerja perusahaan yang justru merugikan negara dan rakyat.
Ia mengungkapkan bahwa gaji Direksi Pertamina lebih dari Rp1 miliar per bulan. “Jika ditambah dengan tantiem, dividen, dan kompensasi finansial lainnya, maka total penghasilan Direksi Pertamina mencapai Rp 4 miliar per bulan,” ujarnya.