Opini  

Eksistensialisme Mahasiswa Telah Dipertanyakan

Mahasiswa STKIP PGRI Sumenep, asal Desa Matanair, Kecamatan Rubaru, Kabupaten Sumenep. Pernah menulis buku kumpulan esai berjudul "Titik Hitam di Pundak Mahasiswa".

Semakin ke sini, polemik di balik pandemi Covid-19 semakin memanas, kritik yang disampaikan oleh masyarakat melalui berbagai media telah dibungkam secara halus, poster-poster yang bernarasi kritis terhadap kepemerintahan mulai ditutupi, bahkan aksi demonstrasi harus dibatasi jumlah massanya dengan dalih penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Melihat polemik yang terjadi di tengah bangsa ini, patut kiranya kita pertanyakan dimana letak peran mahasiswa yang katanya adalah pioner gerakan sosial atau kontrol sosial. Mungkinkah eksistensialisme yang awalnya sering didiskusikan itu telah padam, sehingga lebih tertarik untuk ikut arus pada perguliran zaman, atau bisa jadi wahana berpikir mereka telah kering lantaran pendidikan yang diberikan padanya sangat gersang. Entahlah.

Mahasiswa memanglah pemotor gerakan paling masif diantara banyak gerakan yang lainnya, akan tetapi setiap gerakan yang dibangun itu tidak akan ada artinya jika dia tidak paham pada konflik yang terjadi atau bahkan hanya sekadar mengaku paham. Salah satu pakar strategi perang di China, Sun Tzu mengatakan, “kenali dirimu maka 50 persen kemenangan di tanganmu, kenali lawanmu maka 50 persen kemenangan di tanganmu, kenali dirimu dan lawanmu maka 100 persen kemenangan ada di tanganmu”. Maka dari hal itu dalam membangun sebuah gerakan tentunya mahasiswa harus paham dengan eksistensialisme-nya sendiri, sehingga yang dilakukan itu tidak menjadi bumerang baginya.

Hal ini bukan berarti menjadikan mahasiswa untuk berdiam diri, melihat realita yang terjadi, selebihnya didiskusikan dan akan dikawalnya jika kondisi mulai mereda. Diskursus yang didapat dari hasil diskusi hanya akan menjadi mimpi gerakan yang utopis jika tidak segera direalisasikan. Sebab perubahan hanya bisa tercipta oleh usaha taktis bukan mimpi dan ilusi.

Penulis: Moh Busri, Mahasiswa STKIP PGRI Sumenep, asal Desa Matanair, Kecamatan Rubaru, Kabupaten Sumenep. Pernah menulis buku kumpulan esai berjudul "Titik Hitam di Pundak Mahasiswa".

Tinggalkan Balasan

Eksplorasi konten lain dari Madurapers

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca