Di tanah yang subur dan kaya sejarah Mesopotamia, terdapat seorang raja yang legendaris, yang kejayaannya melintasi zaman dan menjadi bagian dari mitos yang mempesona: Gilgamesh, sang Raja Agung Mesopotamia. Kisahnya mengalir seperti sungai yang mengalir melalui gurun pasir waktu, membingkai perjalanan manusia dalam pencarian akan keabadian dan makna hidup.
Gilgamesh, yang diyakini oleh banyak orang sebagai tokoh sejarah, memerintah kota Uruk sekitar 2700 SM. Namanya terukir dalam prasasti dan tablet tanah liat kuno, tetapi keberadaan dan prestasinya yang sebenarnya terbenam dalam kabut legenda. Dalam epik kuno yang dikenal sebagai “Epos Gilgamesh,” yang diyakini salah satu karya sastra tertua yang masih ada, kisah kehidupan Gilgamesh diabadikan dengan indah.
Raja Gilgamesh digambarkan sebagai sosok yang memiliki kekuatan luar biasa dan kebijaksanaan yang mendalam. Sebagai seorang raja, dia dikenal karena membangun tembok kota Uruk yang megah, sebagai tanda kemegahan dan kekuasaannya. Namun, di balik keberhasilan dan kejayaannya yang gemilang, Gilgamesh merasa tidak puas. Ia merasa hampa, karena kesadaran akan keterbatasan manusia dan kengerian akan kematian menghantuinya.
Dalam pencariannya akan keabadian, Gilgamesh memulai sebuah perjalanan epik yang memasukkannya ke dalam petualangan yang mengubah hidupnya. Bersama dengan sahabatnya yang setia, Enkidu, mereka menjelajahi hutan yang berbahaya, melawan monster-monster menakutkan, dan menembus kegelapan dalam pencarian akan rahasia kehidupan dan kematian.
Perjalanan Gilgamesh tidak hanya tentang pencarian akan keabadian, tetapi juga tentang pertumbuhan pribadi dan kebijaksanaan yang ditemukan dalam perjalanan hidup. Dia belajar menghargai kehidupan dan memahami bahwa keabadian sejati dapat ditemukan dalam kenangan yang kita tinggalkan dan warisan yang kita berikan kepada dunia.