“Nah ini yang dipanggil Munir dan yang mengembalikan saya tidak mengetahui, apa Munir atau Sukron? Itu simpang siur karena tidak ada yang menjelaskan. KPK-pun tidak detail menjelaskannya ke publik, “tanya dan papar Mathur.
Jika yang menerima uang untuk survei itu adalah Sukron, seharusnya yang dipanggil KPK adalah Sukron. “Lho kok, Munir yang dipanggil KPK, “ujar Mathur heran.
Tapi saran saya, “Jelaskan masalah ini ke publik agar tidak liar asumsinya dan menjaga nama baik KPU Bangkalan juga!“
Ketika ditanya apa boleh KPU atau komisioner terlibat dalam kegiatan survei tersebut, Mathur menjelaskan, baik secara kelembagaan dan personal (Komisioner KPU Bangkalan, red.) tidak boleh menurut regulasi.
Kalau bupati Bangkalan aktif, ketika itu, akan berkontestasi pada Pilkada tahun 2024 dan kemudian dilakukan survei yang melibatkan personal KPU Bangkalan (baik sebagai perantara ke lembaga survei atau survei dilakukan sendiri, red.), kata Mathur, “Itu jelas melanggar kode etik penyelenggara Pemilu.”
Karena survei kepuasan publik atas kinerja Pemerintah Kabupaten Bangkalan dapat dimanfaatkan sebagai bahan dalam pencalonannya pada Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) tahun 2024.
“Itu tidak etis dilakukan komisioner KPU. Tapi karena tidak ada yang melaporkan ke DKPP dan Bawaslu maka masalah itu belum jelas. Hal ini karena masalah seperti ini yang dapat memutuskan adalah DKPP, “kata Mathur.
Kode etik penyelenggara Pemilu ini terkait posisi seseorang Komisioner KPU yang harus netral, berintegritas, tidak memihak ke manapun menurut regulasi kepemiluan.