Konflik internal yang dialami organisasi kaderisasi begitu berpengaruh pada banyak hal yang menyangkut pengelolaan organisasi. Tentu, pada akhirnya ini berimbas pada penurunan kepercayaan kader terhadap apa yang mereka pelajari dalam berproses di PMII.
Dualiseme, klaim-mengeklaim sebagai pucuk pimpinan cabang PMII Bangkalan beserta kroni-kroninya membuat perpecahan ditubuh PMII Bangkalan dengan beberapa komisariat yang terpecah menjadi dua bagian, anggap saja satu golongan kuning dua golongan biru.
Sementara keutuhan ber-PMII hanya akan sempurna apabila dua warna ini berkibar di cabang bangkalan, bukan malah terpisah menjadi dua bagian yang menyababkan kehancuran proses kaderisasi PMII Bangkalan.
Mengutip dari Arnold Joseph Toynbee seorang sejarawan inggris dalam bukunya yang berjudul A Study of History (1934)” proses kehancuran dalam 28 peradaban besar dunia disebabkan perpecahan dan pembentukan kelompok-kelompok baru”. Perpecahan ini sudah sangat tampak dalam tubuh PMII Bangkalan dengan proses kaderisasi dua pintu, baik Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA), dan Pelatihan Kader Dasar (PKD) yang dipimpin dengan ketua cabang yang berbeda.
Jika ini terus dibiarkan maka sahabat (sapaan akrab dalam PMII), justru tidak bersahabat dalam mewujudkan cita-cita luhur PMII yang tertuang pada Anggaran Dasar PMII BAB IV pasal 4″ Terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya serta komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia”. Dimana perjuangan PMII Bangkalan adalah sebagai garda terdepan dalam mewujudkan bangkalan lebih baik lagi. Itu diperlukan kesamaan intruksi dari pimpinan yang sama.