Di era Pemerintahan Jokowi bahwa “setiap orang punya kesempatan yang sama”, menurutnya, ternyata itu tameng nepotisme untuk memberikan privelege (hak istimewa, red.) pada anak-anaknya. Anaknya jadi Walikota Solo (Gibran, red.) dan menantunya (Bobby Nasution, red.) jadi Walikota Medan. Itu semua terjadi pada saat posisi Jokowi masih jadi presiden.
“Pemimpin muda” era Pemerintahan Jokowi, menurut Okky Madasari, ternyata mitos. Hal ini karena sudah dibajak dan dibelokkan seolah-olah diantara kontenstan Capres-Cawapres (dalam Pemilu 2024, red.) calon muda adalah calon yang terbaik.
Calon muda adalah yang paling mengerti anak muda, pemimpin muda adalah pemimpin yang paling bisa menjawab masalah anak muda, ternyata kenyataannya tidak demikian. Hal ini karena calon pemimpin muda tersebut memperoleh kesempatan itu (jadi kontestan Pilpres 2024, red.) dengan cara-cara tidak etis, nepotisme, dan kolusi.
Contohnya, ungkap Okky Madasri, Gibran (Gibran Rakabuming Raka, red.) mendapatkan itu semua dan selalu menghindari pertanyaan publik. Padahal orang mengetahui kemampuan dan visi seseorang dari apa yang dia utarakan (sampaikan, red.). Tapi dia bilang, gak usah dijawab, biarin aja.
“Mitos pemimpin gemoy” era Pemerintahan Jokowi, yang ditonjolkan pada Pasangan Capres-Cawapres ke-gemoy-an; joget-joget, lucu-lucuan, dan lalu semua bentuk kemasan produk yang gimmick-gimmick (gimik, pemanfaatan tampilan, red.) belaka. Pemimpin inilah yang dimitoskan layak dipilih (Pilpres 2024, red.). Padahal yang layak dipilih dalam kontestasi politik adalah berdasarkan subtansinya, bukan mitos politik santuy dan santun.