Lainnya, Muhammad Afit dari Netfid Indonesia menyampaikan bahwa Netfid Indonesia bersama Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu 2024 terus berkomitmen untuk mendorong KPU untuk tetap berhati-berhati dan mengedepankan prinsip-prinsip pendapilan sebagaimana dijelaskan dalam UU Pemilu, dan juga terus berkomitmen pada prinsip-prinsip keterbukaan, yaitu transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi. Penataan Dapil juga harus disesuaikan dengan kemajuan teknologi, perkembangan kependudukan, dan dinamika kewilayahan
Di akhir audiensi, Koalisi Masyarakat Sipil berharap bahwa KPU tetap konsisten dalam menerapkan akuntabilitas kerjanya dalam Pemilu, dan isu pendapilan dapat menjadi isu penting.
“Kita (masyarakat sipil) akan tetap berkonsolidasi dan melakukan kajian-kajian untuk memberikan masukan terkait persiapan penyusunan Dapil yang akan dimulai pada November 2022,” ungkap Erik.
Melihat constraint UU Pemilu, Koalisi merekomendasikan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyikapi isu pendapilan, di antaranya:
Pertama, bahwa berdasarkan pasal 192 ayat (4) dan paal 195 UU Pemilu, KPU memiliki kewenangan untuk membentuk Dapil anggota DPRD kabupaten/kota. Dengan demikian cukup jelas bahwa KPU juga memiliki kewenangan untuk menata ulang Dapil anggota DPRD kabupaten/kota untuk Pemilu 2024 selama UU Pemilu tidak diubah.
Kedua, bahwa berdasarkan pasal 193 UU Pemilu, penataan ulang Dapil dapat dilakukan jika terjadi bencana yang mengakibatkan hilangnya suatu daerah pemilihan.
Ketiga, penataan ulang Dapil anggota DPRD kabupaten/kota dapat dilakukan jika terdapat perubahan jumlah penduduk secara signifikan sehingga mempengaruhi alokasi kursi di suatu daerah pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota dan berpotensi melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 192 ayat (2) UU Pemilu yaitu jumlah kursi setiap Dapil anggota DPRD kabupaten/kota kursi paling sedikit tiga kursi dan paling banyak 12 kursi.