“Menurut cerita beberapa teman, di tempat mereka listrik cuma padam hitungan satu sampai dua jam. lho kok beda ya? anggaplah di wilayah perdesaan kok dapat giliran padam sampai Berjam jam,” kata Imam memaparkan dalam unggahan status Facebooknya.
Tebang pilihnya Unit Layanan Pelanggan (ULP) PLN wilayah Sumenep dalam memberikan kebijakan tersebut, menurutnya keputusan kurang tepat. Pasalnya, banyak aktivitas masyarakat yang membutuhkan aliran listrik.
“Padahal sejatinya mereka (masyarakat kampung) dengan segala kearifannya yg paling butuh listrik untuk kegiatan mereka bersosial,” tulis Imam penuh Kebingungan.
Kekecewaan itu kemudian ditulis Imam di penghujung unggahan status Facebooknya. Dalam tulisannya, dirinya mengaku kesal karena dianggap pemadaman listrik tidak sama, antara daerah perkotaan dan pedesaan Sumenep.
“Apa dianggap perkotaan sebagai hanya pusat peradaban, sedangkan pedesaan dianggap terpinggirkan dan tidak terlalu butuh listrik, sehingga pemadaman tidak harus sama…?,” pungkasnya.
Unggahan status Facebook yang tulis Imam, sontak mendapatkan berbagai respon dari pengguna lain.
Seperti yang ditulis oleh akun Facebook bernama ‘Ida Libra’. Ida berkomentar agar pindah tempat tinggal dari semula ke desa pusat Kota.
“Mangkanah romana ngaleh ka kotta”. Dalam terjemahan bahasa Indonesia (Makanya rumahnya pindah saja ke kota),” tulis Ida dalam bahasa Madura.
Dikonfirmasi terpisah, jurnalis madurapers.com mengkonfirmasi Regin Herico Ludi Sunu selaku Manager ULP PLN Sumenep. Dalam sambungan telepon via aplikasi WhatsApp pihaknya mengaku sedang melakukan rapat..
“Saya sedang rapat mas,” kata Regin singkat dari bilik telepon Rabu, 2 Maret 2022, tadi malam.