Pasca pemberlakuan otonomi daerah melalui UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999 (perubahannya UU No. 32/2004 dan UU No. 23/2014) dan peresmian Jembatan Suramadu melalui Keppres No. 79/2003 seharusnya Madura semakin maju. Dalam kerangka perspektif modernisasi, desentralisasi fiskal/politik dan lancarnya distribusi barang-jasa keluar-masuk Madura berpengaruh positif terhadap peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat Madura. Namun, fakta terkini di Madura memperlihatkan kondisi sebaliknya.
Fakta ini setidaknya dapat dilihat pada kondisi fiskal, kemakmuran, dan kesejahteraan masyarakat di empat Pemerintah Daerah Kabupaten Madura (selanjutkan disebut empat kabupaten Madura) pada dua tahun terakhir. Indikatornya tampak empirik pada perkembangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun Angggaran (TA) 2019-2020.
Berdasarkan analisis terhadap data Pemerintah Daerah Kabupaten Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep TA 2019-2020, pada APBD TA 2019 empat kabupaten Madura pendapatan daerahnya secara akumulatif mencapai Rp7,9 triliun dan pada APBD TA 2020 menurun menjadi Rp7,8 triliun. Kontraksi anggarannya di TA tersebut sebesar -Rp0,1 triliun (-1,3%). Kabupaten yang mengalami kontraksi paling tajam adalah Kabupaten Sumenep, yakni mencapai -Rp0,3 triliun (-12,0%).
Pendapatan Asli Daerah (PAD) empat kabupaten Madura TA 2019 secara akumulatif sebesar Rp787,4 milyar dan TA 2020 meningkat menjadi Rp833,6 milyar. Peningkatannya TA 2019-2020 sebesar Rp46,2 milyar (5,9%). PAD kabupaten di TA tersebut paling besar Kabupaten Sumenep yang mencapai Rp247,2-Rp240,6 milyar dan paling kecil Kabupaten Sampang sebesar Rp168,7-Rp175,5 milyar.
Rasio PAD terhadap pendapatan daerah empat kabupaten Madura di TA tersebut secara akumulatif hanya sebesar 10,0% dan 10,7%. Rasio PAD terhadap pendapatan daerah terkecil TA 2019 adalah Kabupaten Sampang dan TA 2020 adalah Kabupaten Pamekasan. Nilai rasionya masing-masing hanya sebesar 9,4% dan 10,2%. Data ini menunjukkan bahwa derajat desentralisasi fiskal empat kabupaten Madura secara akumulatif sangat rendah dan sangat tergantung pada dana transfer (89,3-90,0%) dari pemerintah pusat.
Penurunan pendapatan daerah tersebut tampak linier dengan kualitas belanja daerah empat kabupaten Madura. Dengan kata lain, penurunan ini tampak berdampak buruk pada efisiensi program dan kegiatan program pembangunan TA 2020, yang secara paralel juga berkontraksi pada pertumbuhan PDRB dan IPM empat kabupaten Madura di tahun yang sama.
Belanja daerah empat kabupaten Madura TA 2019 mencapai Rp8,3 triliun dan TA 2020 meningkat menjadi Rp8,8 triliun. Peningkatannya TA 2019-2020 sebesar Rp0,5 triliun (6,0%). Kabupaten peningkatan belanja daerahnya paling tinggi adalah Kabupaten Sumenep dengan peningkatan belanja daerahnya mencapai Rp0,6 triliun (27,3%). Data ini menunjukkan bahwa salama TA 2019-2020 belanja daerah empat kabupaten Madura tidak efisien. Kabupaten yang tidak efisien belanja daerahnya adalah Kabupaten Sumenep dan Pamekasan.
Rasio PAD empat kabupaten Madura terhadap belanja daerah TA 2019-2020 secara akumulatif masing-masing hanya sebesar 9,5%. Rasio PAD terhadap belanja daerah terkecil TA 2019 adalah Kabupaten Bangkalan dan TA 2020 adalah Kabupaten Pamekasan. Nilai rasionya masing-masing hanya sebesar 8,2% dan 8,0%. Data ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah empat kabupaten Madura tidak mampu membiayai program/kegiatan program, pelayanan publik, dan pembangunan di daerahnya dan sangat tergantung pada dana transfer (89,3-90,0%) dari pemerintah pusat.