Konsep ini didukung oleh temuan-temuan dari sejumlah penelitian empiris. Sebuah studi yang dilakukan oleh tim peneliti dari Universitas Oxford menemukan bahwa banyak negara yang diberi label demokratis oleh lembaga-lembaga internasional masih memiliki cacat sistemik yang mengarah pada dominasi oligarki politik.
Peneliti utama dari Universitas Oxford, Dr. James Patel (2019), mengamati bahwa pseudo demokrasi seringkali tersembunyi di balik tirai institusi-institusi yang tampaknya demokratis seperti pemilihan umum dan kebebasan media.
Salah satu contoh yang sering dikutip dalam diskusi tentang pseudo demokrasi adalah Rusia di bawah pemerintahan Vladimir Putin. Meskipun Rusia memiliki parlemen dan pemilihan umum, banyak pengamat internasional menyoroti pembatasan yang signifikan terhadap kebebasan berpendapat, pers yang terkendala, dan tuduhan serius tentang pemilihan yang tidak adil.
Dr. Mikhail Ivanov (2018), seorang pakar politik Rusia, menggambarkan bahwa sistem politik negaranya (Rusia) adalah sebagai pseudo demokrasi yang diselubungi oleh retorika nasionalisme dan kekuatan otoriter.
Namun, tidak semua ilmuwan politik setuju dengan terminologi atau karakterisasi pseudo demokrasi. Profesor Zhang Wei (2022), seorang ahli politik dari Universitas Peking, menegaskan bahwa dalam konteks negara-negara berkembang, klaim tentang pseudo demokrasi seringkali bersifat etnosentris dan mengabaikan kompleksitas politik dan budaya lokal.