Di sisi lain, pemerintah melalui Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus memberikan perhatian khusus terhadap kasus-kasus seperti ini.
Bank-bank yang memiliki peran penting dalam pendanaan sektor properti harus diawasi dengan lebih ketat agar kesalahan-kesalahan administratif seperti ini tidak lagi terulang.
Sistem pengawasan yang lebih baik harus diterapkan untuk memastikan bahwa setiap proses pengajuan kredit berjalan sesuai prosedur dan tidak ada data yang terlewat.
Kasus kelalaian BTN dalam menginput data wawancara ini menggambarkan perlunya reformasi dalam sistem perbankan di Indonesia.
“Bank-bank besar seperti BTN harus segera berbenah dan meningkatkan kualitas pelayanan mereka, terutama dalam hal administrasi. Kesalahan seperti ini bisa dicegah jika ada sistem yang lebih baik dalam mengelola data nasabah,” tegas Khairul Kalam.
Selain itu, bank juga perlu lebih responsif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi nasabah atau mitra kerja.
Dalam kasus Dewi Yuni Fajariah, BTN seharusnya lebih cepat mengambil langkah untuk memperbaiki kesalahan, bukannya membiarkan pengajuan kredit tersebut ditolak begitu saja.
Jika kelalaian ini bisa diatasi lebih awal, maka pengembang tidak perlu menghadapi kerugian yang lebih besar.
Di tengah upaya pemerintah untuk mempercepat pembangunan perumahan dan memulihkan ekonomi nasional, perbankan memiliki peran strategis yang tidak boleh diabaikan.