Pemulihan dimaksud Taufik adalah pada aspek restitusi keadaan korban sebelum peristiwa terjadi, kompensasi penggantian kerugian korban yang dapat diperhitungkan dengan nilai ekonomis, dan pemulihan martabat korban.
“Dengan melakukan langkah-langkah serius membuka fakta, meminta maaf secara publik, membuat simbol peringatan seperti monumen dan sebagainya,” ujar Legislator dari Dapil Lampung I ini.
Selain itu, menurut Taufik, pemerintah harus memberi jaminan informasi yang relevan bagi korban atau keluarga. Akses informasi tersebut meliputi fakta peristiwa yang terjadi dan mekanisme pemulihan yang disiapkan oleh negara.
Dia juga mengatakan bahwa pemerintah memang berupaya menyelesaikan pelanggaran HAM berat dengan non yudisial, namun hal itu tidak boleh menutup penyelesaian secara yudisial.
“Penanganan non-yudisial dengan penanganan yudisial harus bersifat komplementer, saling melengkapi, dan bukan substitusi, dan saling menggantikan,” kata Taufik.
Anggota Badan Legislasi DPR RI ini juga menegaskan bahwa upaya yudisial tetap harus dilakukan. Tujuannya agar korban dan publik memiliki hak untuk mengetahui akan kebenaran peristiwa tersebut.
“Dengan pengakuan ini pemerintah harus memastikan pengungkapan fakta atas peristiwa yang terjadi dan menjadikannya sebagai sejarah resmi yang diakui negara,” tutupnya. (*)