Di sisi lain, Aristoteles, murid Plato yang terkenal, memiliki pandangan yang sedikit berbeda tentang stasis atau faksi (konsep padanan partai politik di era Aristoteles, Yunani kuno). Dalam karyanya yang terkenal, “Politik”, Aristoteles menyatakan bahwa stasis atau faksi adalah bagian alami dari masyarakat manusia dan penting untuk menjaga keseimbangan kekuasaan di dalamnya.
Aristoteles percaya bahwa partai politik (baca: stasis atau faksi) dapat menjadi sarana bagi individu untuk berpartisipasi dalam proses politik dan untuk memperjuangkan kepentinganya. Baginya, partai politik adalah wadah untuk menyatukan beragam pandangan dan aspirasi masyarakat dalam rangka mencapai kebaikan bersama.
Namun, meskipun Aristoteles memandang partai politik secara positif, dia juga menyadari potensi bahaya yang dapat timbul jika kekuasaan partai tidak diatur dengan baik. Dia menekankan pentingnya pembatasan kekuasaan politik dan perlindungan terhadap hak-hak individu dalam konteks politik.
Meskipun kedua filsuf ini memiliki pandangan yang berbeda tentang partai politik, ada beberapa kesamaan dalam pemikirannya. Keduanya setuju bahwa partai politik harus bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, meskipun keduanya memiliki pendekatan yang berbeda dalam mencapai tujuan tersebut.
Plato dan Aristoteles juga sepakat bahwa partai politik harus diatur dengan baik dan tidak boleh dibiarkan bebas berkuasa tanpa kendali. Keduanya mengakui bahwa kekuasaan politik dapat disalahgunakan dan bahwa ada risiko korupsi yang terkait dengan partai politik yang tidak diatur dengan baik.
Namun, sementara Plato lebih cenderung untuk menolak partai politik secara keseluruhan, Aristoteles melihat nilai dalam partai politik sebagai alat untuk mencapai kebaikan bersama dalam masyarakat. Bagi Aristoteles, partai politik merupakan sarana yang penting untuk berpartisipasi dalam proses politik dan untuk memperjuangkan kepentingan bersama.