Untuk itu, ajak Mashuri, pemilih harus cerdas mencari kebenaran Paslon Capres-Cawapres di Pilpres 2024 yang sesunguhnya memiliki kompetensi (kemampuan yang dibutuhkan Capres-Cawapres, red.) dan prestasi. Caranya, sapih atau singkirkan “idola pasar” “pempimpin gemoy” yang difabrikasi untuk menciptakan kesadaran dan pengetahuan tak nyata (tak empirik, red.).
“Lihat aja Capres-Cawapres yang katanya “gemoy”! Apa benar dan sesuai dengan kenyataan? Kalau benar, tak seharusnya mereka membuat blunder, marah-marah, dan mau menjelaskan visi, misi, dan program kerjanya. Bukan ditanya publik, malah dijawab joget-joget,” ungkapnya.
Sesuai dengan pendapat Mashuri, dalam sudut pandang sosiologi pengetahuan Okky Madasari, ternyata “pemimpin gemoy” hanyalah mitos, yaitu sesuatu yang belum tentu benar tapi dibenarkan.
Pasangan Capres-Cawapres yang menonjolkan ke-gemoy-an; joget-joget, lucu-lucuan, dan bentuk kemasan produk yang gimik-gimik, merupakan sosok yang dimitoskan layak dipilih (Pilpres 2024, red.), ternyata hanyalah mitos. Hal ini karena pemimpin yang layak dipilih dalam Pilpres 2024 berdasarkan subtansinya, yakni kompetensinya.
Itu artinya, menafsir pendapat Okky Madasari (red. Madurapers), pemimpin yang menghindari menjelaskan dan mengkomunikasikan gagasannya, dengan joget dan senang-senang, hanyalah untuk melekatkan kesadaran “mitos pemimpin gemoy” kepada pemilih di Pilpres 2024.
Konsekuensinya, ada tendensi, bahwa anak muda pemilih Pilpres 2024, terutama pemilih gen z dan milenial, sukanya seperti itu. Padahal belum tentu mereka begitu. Jadi, upaya pemitosan “pemimpin gemoy” ini merupakan pembodohan dan penghinaan terhadap anak gen z dan generasi milenial.