Seandainya pengambilan keputusan untuk tindakan selanjutnya atau evaluasi yang dimaksud dalam pasal di atas dilakukan di tengah tahapan proses Pilkades, maka di manakah kepastian hukum bagi setiap keputusan yang diambil oleh P2KD?
Tidak Berwenang Menafsirkan Hukum
Inkonsistensi kedua dalam pandangan penulis, terdapat pernyataan TFPKD dalam laporan monitoring ke Bupati yang bernomor 11/TFPKD/IV/2021, bahwa pembentukan P2KD oleh BPD Tanah Merah Laok cacat hukum. Dalam hal ini, TFPKD sudah tidak konsisten dengan fungsinya sebagai tim fasilitasi dengan melakukan penafsiran hukum yang sebenarnya hal tersebut adalah kewenangan lembaga peradilan. TFPKD hanya badan yang bersifat ad hoc (sementara), bukan lembaga atau badan yang mempunyai kewenangan yudisial yang dapat menyatakan suatu keputusan cacat hukum ataupun melanggar hukum.
Hal yang sama dilakukan oleh Bupati dalam surat keputusannya menunda Pilkades Dlambah Dajah, Bupati menyatakan bahwa P2KD Dlambah Dajah melakukan pelanggaran hukum dalam proses penetapan calon kepala desa. Tindakan yang dilakukan Bupati Bangkalan tersebut tidak sesuai rule of law dan prinsip pemisahan kekuasaan (separation of power) dalam ketatanegaraan (Budiardjo, 150: 2002), bahwa Bupati adalah cabang kekuasaan eksekutif yang sama sekali tidak mempunyai kewenangan menyatakan pelanggaran hukum atau penafsiran hukum yang mana keduanya adalah kewenangan lembaga peradilan.
Jalur Hukum Sebagai Solusi
Apabila memang disinyalir terdapat pelanggaran hukum dalam keputusan BPD atau P2KD, maka hendaknya ditempuh melalui jalur hukum untuk membuktikan pelanggaran hukum tersebut dengan melayangkan gugatan ke PTUN oleh pihak yang merasa dirugikan kepentingannya.