Namun, realitas menunjukkan sebaliknya. Hanya segelintir korporasi besar yang mampu menikmati segala fasilitas dan dukungan, sementara pengusaha kecil harus berjuang dalam kegelapan birokrasi dan kebijakan yang tidak berpihak. Kebijakan semacam ini, jika dibiarkan terus berjalan, akan semakin memperparah kesenjangan ekonomi dan menunda tercapainya kemakmuran yang merata di Indonesia.
Reformasi menyeluruh dalam sistem perbankan kini menjadi sebuah keharusan. Sudah saatnya para bankir membuka mata dan meninggalkan praktik plutokrasi yang sudah usang. Dengan mengadopsi prinsip meritokrasi, bankir tidak hanya akan memperluas jangkauan nasabahnya, tetapi juga turut berkontribusi dalam membangun ekosistem ekonomi yang lebih inklusif.
Langkah ini akan membuka peluang bagi UMKM untuk berkembang, menciptakan lapangan kerja baru, dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih berkelanjutan.
Sungguh memprihatinkan jika kita terus membiarkan sistem yang timpang ini berlangsung. Indonesia memiliki potensi besar, tetapi potensi tersebut tidak akan pernah terwujud jika sebagian besar pelaku usaha dibiarkan terpinggirkan oleh kebijakan yang tidak adil.
Transformasi menuju ekonomi yang adil dan inklusif harus dimulai dari reformasi perbankan, di mana keadilan dan meritokrasi menjadi dasar utama dalam setiap keputusan finansial.
Jika pemerintah dan lembaga keuangan tidak segera melakukan perubahan mendasar, maka Indonesia hanya akan menjadi negara yang “maju di atas kertas” sementara masyarakatnya terus merasakan dampak negatif dari sistem yang tidak berpihak ini.
Waktunya untuk meninggalkan praktik kapitalis yang merugikan dan membuka jalan bagi era baru di mana setiap pengusaha, tanpa kecuali, memiliki kesempatan yang sama untuk bersaing dan tumbuh.